Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Implikasi undang undang pengelolaan lingkungan

 IMPLIKASI UNDANG-UNDANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN 


Hukum lingkungan


 

1. Asas dan Tujuan Pengelolaan Lingkungan 

Asas, tujuan dan sasaran pengelolaan lingkungan hidup, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 UUPLH berbunyi: 

"Pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan dengan asas tanggung jawab Negara, asas keberlanjutan dan asas manfaat, bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa".  

Penjelasan pasal tersebut berbunyi: 

"Berdasarkan asas tanggung jawab negara, di satu sisi, negara menjamin bahwa pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depah. Di sisi lain, negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dalam wilayah yurisdiksinya yang menimbulkan kerugian terhadap wilayah yurisdiksi negara lain, serta melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara. Asas ketertanjutan mengandung arti setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang, dan terhadap sesamanya dalam satu generasi. Untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup harus dilestarikan, karena lestarinya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuan kelanjutan pembangunan". 

Tujuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 UULH berubah menjadi sasaran dalam Pasal 4 UUPLH. 

Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 huruf e mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan pemakaian sumber daya tak terbaharui (non-renewable resource), sehingga aspek-aspek seperti kehematan, daya guna serta hasil guna menjadi mutlak diperhatikan, di samping aspek daur ulang (recycling) yang senantiasa/selalu harus diusahakan dengan menggunakan bermacam-macam teknologi, baik teknologi maju maupun teknologi madya dan teknologi sederhana atau teknologi pedesaan (rural technology). 

Pengendalian pemanfaatan sumber daya secara bijaksana tidak hanya ditujukan kepada penghematan sumber daya tak terbaharui, tetapi juga pada pencarian sumber daya alternatif lainnya guna memperoleh energi. Sumber daya lainnya itu dapat berupa biogas, biomassa, energi angina (windenergy), energy surya (solar energy), OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), energi nuklirdan lain-lain (Hardjasoemantri, 1999: 89-92). 

 

2. Hak Atas Lingkungan Hidup 

Pasal 5 ayat (1) UULH berbunyi: "Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat", sedangkan dalam Pasal 5 ayat (1) UUPLH dipertegas menjadi "hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat". 

Heinhard Steiger c.s. menyatakan, bahwa apa yang dinamakan hak-hak subyektif (subjective rights) adalah bentuk yang paling luas dari periindungan seseorang. Hak tersebut memberikan kepada yang memilikinya suatu tuntutan yang sah guna meminta kepentingannya akan suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat itu dihormati, suatu tuntutan yang dapat didukung oleh prosedur hukum, dengan periindungan hukum oleh pengadilan dan perangkat-perangkat lainnya. Tuntutan tersebut mempunyai 2 fungsi yang berbeda, yaitu: 

(a). the function of defense (Abwehrfunktion), yang dikaitkan pada hak membela diri terhadap gangguan dari luar yang menimbulkan kerugian pada lingkungannya. 

(b). the function of performance (Leistungsfunktion), dikaitkan pada hak menuntut dilakukannya suatu tindakan agar lingkungannya dapat dilestarikan, dipulihkan atau diperbaiki, terdapat dalam (Pasal 20 ayat (2) dan (4) UULH)/Pasal 34 UUPLH yang mengatur tentang ganti kerugian kepada orang dan  atau melakukan tindakan tertentu. 

Dalam penjelasan Pasal 34 ayat (1) UUPLH dinyatakan bahwa tindakan tertentu meliputi misalnya: 

a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan; 

b. memulihkan fungsi lingkungan hidup; 

c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. 

Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana tertera dalam berbagai konstitusi di negara lain selafu dikaitkan dengan kewajiban untuk melindungi lingkungan hidup. Ini berarti bahwa lingkungan hidup dengan sumber-sumber dayanya adalah kekayaan bersama yang dapat digunakan oleh setiap orang, yang harus dijaga untuk kepentingan masyarakat pada saat ini dan untuk generasi-generasi mendatang. Dengan demikian pertindungan lingkungan hidup dan sumber daya alamnya mempunyai tujuan ganda, yaitu melayani kepentingan masyarakat secara keseluruhan dan melayani kepentingan individu-individu. 

Secara konstitusional, hak subyektif sebagaimana tertera dalam Pasal 5 UUPLH tersebut dapat dikaitkan dengan hak umum yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan "... membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia...", serta dikaitkan pula dengan hak penguasaan kepada Negara atas bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besamya kemakmuran rakyat. 

Berbagai hak subyektif yang berkaitan dengan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta hak-hak lainnya juga tercantum dalam Piagam Hak Asasi Manusia (Harjasoemantri, 1999: 93-96). 

  

3. Hak Informasi dan Reran Serta 

Hak atas informasi yang diatur dalam Pasal 5 ayat (2) UUPLH merupakan hal baru, yang dalam UULH 1982 belum diatur secara eksplisit. Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (2) di antaranya dinyatakan bahwa hak atas informasi lingkungan merupakan konsekuensi logis dari hak berperan dalam pengelolaan lingkungan yang bertandaskan pada asas keterbukaan. Contoh pengaturan hak atas informasi secara sektoral adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang menyatakan bahwa setiap norang berhak mengetahui rencana tata ruang. 

Hak untuk berperan serta bagi setiap orang dalam pengelolaan lingkungan terdapat dalam Pasal 5 ayat (3) UUPLH. Berbagai perundang-undangan organik yang mengatur peran serta tersebut, seperti dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang maupun UU No. 8 Tahun 2000 tentang Pertindungan Konsumen.. Sebagai contoh dapat dikemukakan Pasal 4 ayat (2) huruf b UUPR yang menyatakan bahwa setiap orang berhak berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Reran serta dapat diwujudkan dalam bentuk mengajukan usul, member! saran, atau mengajukan keberatan kepada Pemerintah dalam rangka penataan ruang. Penjabaran ketentuan ini diatur dalam PP No. 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. 

Apabila informasi yang diberikan itu ternyata palsu, menghilangkan, me-nyembunyikan, atau merusak, maka bagi pelakunya dikenakan sanksi pidana sebagai-mana tercantum dalam Pasa! 43 ayat (2) UUPLH. 

Hak peran serta ini berkaitan pula dengan peran lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan sebagai penunjang dalam pengelolaan lingkungan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 UULH, yang dapat pula dikaitkan dengan freedom of associations. Peran LSM ini dalam UUPLH tidak dicantumkan setegas UULH, akan tetapi tercantum dalam Penjelasan Umum dan Pasal 38 ayat (1) UUPLH yang berkaitan dengan hak organisasi lingkungan untuk menggugat atas nama lingkungan. 

 

4. Wewenang dan Kelembagaan Pengeloiaan Lingkungan 

PasaL 3 UUPLH menyatakan sebagai berikut: "Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas   berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan  berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya ............" 

Dengan demikian, berdasarkan asas tanggung jawab negara (state responsibility), di satu sisi negara menjamin bahwa pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besamya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. Di lain sisi, negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dalam wilayah yurisdiksinya yang menimbulkan kerugian terhadap wilayah yurisdiksi negara lain, serta melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara. 

Asas ini terkait dengan hak penguasaan negara atas sumber daya alam yang berimplikasi adanya kewenangan Pemerintah untuk: 

(1). mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup; 

(2). mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya genetika; 

(3). mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan atau subyek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan; 

(4). mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial; 

(5). mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Di samping memiliki kewenangan mengatur, maka dalam rangka pengelolaah lingkungan pemerintah juga mempunyai kewajiban, di antaranya adalah mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat preemtif, preventif, dan proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan. 

Asas kebertanjutan mengandung makna setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang, dan terhadap sesamanya dalam satu generasi. Untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup harus dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan menjadi tumpuan tertanjutkannya pembangunan. Oleh karena itu, kepentingan lingkungan hidup tidak tepat apabila dipertentangkan dengan pembangunan. Di samping itu, yang dilestarikan bukanlah lingkungan an sich, akan tetapi kemampuan lingkungan sesuai dengan fungsinya. 

Sesuai amanat yang tertuang dalam UUD45, pemerintah selaku penyelenggara negara, dengan kewenangannya dalam mendayagunakan sumber daya alam yang dimiliki, mempunyai tanggung jawab untuk memajukan kesejahteraan umum, yaitu dengan melaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. 

Dalam Pasal 10 UUPLH disebutkan secara rinci kewajiban pemerintah dalam rangka pengelolaan Lingkungan Hidup, diantaranya (dalam huruf e) adalah mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat preemtif (diutamakan), preventif dan proaktif dalam upaya pencegahan kerusakan lingkungan hidup. 

Perangkat yang bersifat preemtif adalah tindakan yang dilakukan pada tingkat pengambilan keputusan dan perencanaan seperti Tata Ruang dan AMDAL. Adapun preventif adalah tindakan pada tingkatan pelaksanaan melalui penataan baku mutu limbah dan/atau instrumen ekonomi. Proaktif adalah tindakan pada tingkat produksi dengan menerapkan standarisasi Lingkungan Hidup, spt. ISO 14000. 

Perangkat pengelolaan Lingkungan Hidup yang mencakup ketiganya, yaitu yang bersifat preemtif, preventif & proaktif misalnya adalah pengembangan dan penerapan teknologi akrab LH, penerapan asuransi LH dan audit LH yang dilakukan secara sukarela oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan guna meningkatkan kinerja. 

Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah pusat dapat menyerahkan urusan di bidang Lingkungan Hidup kepada daerah sesuai kemampuan, situasi dan kondisi daerah masing-masing. 

Konsep otonomi daerah itu sebenamya baik, yaitu dengan menyerahkan sebagian urusan kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya sendiri, tapi praktek pelaksanaannya yang seringkali buruk. 

Ini terjadi akibat persepsi otonomi daerah terhadap Lingkungan Hidup yang buruk, yaitu berusaha memanfaatkan Sumber Daya Alam sebanyak-banyaknya guna mencapai PAD yang ditargetkan tanpa menghiraukan kondisi Lingkungan Hidupnya yang semakin merosot, sehingga periu ada biaya recovery/pemulihan. 

Seringkali yang terjadi Sumber Daya Alam kita hilang tanpa meninggalkan kontribusi yang berarti pada negara, seperti yang terjadi pada penambangan batubara atau penebangan kayu di Kalimantan. Contoh lainnya adalah Freeport, yang termasuk perusahaan penambangan besar dunia yang menggali Sumber Daya Alam kita tanpa memberikan royalty yang sepadan pada pemerintah. 

Ironinya, Sumber Daya Alam yang sangat melimpah, tapi pembagiannya yang tidak merata, sehingga rakyat rmasih banyak yang miskin dan upah buruh yang masih di bawah standar. 

 

5. Prinsip Keterpaduan Pengelolaan  

Sesuai dengan batasan pengelolaan lingkungan menurut Pasal 1 butir 2 UUPLH, maka esensi dan pengelolaan lingkungan adalah pertunya penggunaan hak dan kewenangan secara terpadu. Untuk itu Pasal 9 ayat (2) UUPLH lebih lanjut menegaskan bahwa "Pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup. 


Post a Comment for "Implikasi undang undang pengelolaan lingkungan"