Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Penemuan Gejala Keradioaktifan

Sejarah penemuan keradioaktifan dimulai pada tahun 1895 oleh W.C Rontgen, yang penelitianya menggunakan tabung sinar katoda ( CRT ). Tabung ini telah digunakan oleh beberapa peneliti untuk mempelajari sifat listrik dari materi. Salah satu jenis CRT tersebut tersusun dari tabung gelas yang hampa udara dengan dua elektroda dipasang secara terpisah di dalamnya. Suatu beda potensial listrik bertegangan tinggi diterapkan di antara kedua elektroda, sehingga elektron dapat melintas di antara kedua elektroda tersebut. Sejak saat itu mulai dipelajari sifat-sifat dan kegunaan tabung sinar katoda. Rontgen membiarkan sinar katoda menumbuk lempeng logam target dalam tabung, dan mengamati bahwa radiasi berdaya tembus tinggi dapat dipancarkan. Sinar ini dinamakan sinar X, dia juga mencatat adanya kesamaan sinar X dengan sinar matahari dalam hal kemampuanya menghitamkan pelat fotografi juga menyebabkan flouresensi pada mineral dan garam tertentu.

Florosensi pada mineral alam telah lama menjadi perhatian para pakar waktu itu, terutama pakar kimia prancis Henry Becquerel.  Dia bersama ayahnya mempelajari peristiwa floresensi garam kalium uranil sulfat. Dalam beberapa percobaan, becquerel mengikat kristal tersebut pada pelat fotografi yang dibungkus dengan bahan tak tembus cahaya, kemudian menyinari pelat tersebut dengan cahaya matahari selama beberapa waktu. Pada pelat fotografi ternyata diperoleh bayangan kristal. Pada mulanya becquerel menduga bahwa bayangan kristal itu ditimbulkan oleh kristal yang berflourensensi karena terinduksi oleh sinar matahari. Sinar matahari menembus bahan tak tembus cahaya dan menyinari pelat fotografi.

Pada suatu hari, matahari tidak bersinar sampai beberapa minggu ( musim salju ). Becquerel menempatkan kristal garam uranium dan pelat fotografi secara berdekatan. Beberapa hari kemudian, Becquerel mengamati bahwa pada pelat fotografi terdapat bayangan kristal yang sangat jelas. Dari gejala itu, dia melaporkan bahwa ada radiasi yang kekuatan pengaruhnya sama dengan sinar X dan merupakan radiasi tidak tampak yang dipancarkan pada fosforensi serta berlangsung lama. Pemahaman becquerel terhadap gejala ini sangat terbatas, yang sekarang dinamakan keradioaktifan.


Marie Curie dan Piere Curie mulai mengkaji sinar yang ditemukan oleh becquerel terhadap mineral-mineral lain. Beberapa mineral diantaranya terbukti memiliki keaktifan yang lebih besar dibandingkan dengan kalium uranil sulfat yang digunakan oleh becquerel. Curie merasa yakin bahwa terdapat tambahan keaktifan yang disebabkan oleh adanaya zat aktif selain uranium dan thorium, yang ditemukan sebelumnya. Mereka melakukan ekstrasi secara kimia pada bijih uranium pitchblede dan berhasil mengisolasi zat aktif baru yang terdapat pada fraksi barium. Zat tersebut dinamakan polonium demi menghormati tempat kelahiran marie curie, yaitu Polandia.

Sementara marie curie dan piere curie bekerja untuk memisahkan dan menentukan sifat zat yang menyebabkan timbulnya keradioaktifan, pakar lain memusatkan perhatian pada karakteristik dari radiasi dan berupaya menjelaskan struktur inti, di antaranya Ernest Rutherford. Pada tahun 1903, ia dan Fredrick Soddy mempostulatkan bahwa keradioaktifan bukan hanya proses lanjutan dari perubahan yang bersifat atomis, melainkan pemancara radioaktif yang berlangsung bersamaan dengan perubahan tersebut. Ini berarti, terjadi perubahan pada struktur dan komposisi inti.

Selanjutnya mereka memperoleh informasi tentang adanya 3 jenis radiasi dengan karakteristiknya masing-masing yaitu sinar alfa, beta dan gamma. sinar alfa ditunjukkan oleh sifatnya yang dapat dibelokan oleh medan listrik dan medan magnet pada arah yang berlawanan dengan arah sinar katoda. Dengan demikian, sinar alfa diyakini bermuatan positif. Hasil perbandingan muatan terhadap massa ( e/m ), partikel alfa menunjukkan setengah dari nilai e/m proton. Pada pekerjaan selanjutnya, Rutherford bersama Thomas Royds dapat menunjukan bahwa partikel alfa adalah inti atom helium.

Sinar beta menunjukan perilaku yang serupa dengan sinar katoda atau elektron, sehingga dikukuhkan sebagai partikel bermuatan negatif. Partikel ini diperkirakan memiliki massa 1/1000 kali massa atom hidrogen. Sekarang diketahui bahwa massa sebenarnya adalah 1/1837 kali massa atom hidrogen.

Sinar gamma diketahui memiliki daya tembus paling besar diantara ketiga partikel itu, dan tidak dipengaruhi oleh medan magnet maupun medan listrik. Partikel gamma merupakan bentuk energi yang menyertai setiap peluruhan nuklit dipostulatkan oleh soddy sebagai zat kimia baru. Berdasarkan analisis kimia pada beberapa senyawa menunjukkan bahwa gejala keradioaktifan, diperoleh informasi bahwa zat tersebut merupakan hasil dari proses peluruhan.

Sumber Literatur : Kimia Dasar 2 , Yayan Sunarya

Post a Comment for "Sejarah Penemuan Gejala Keradioaktifan"