Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KARAKTERISTIK HUKUM ACARA PERATUN

 Hukum Acara PERATUN

Hukum acara ptun




    Karakteristik Hukum Acara Peratun

            Ciri utama yang membedakan Hukum Acara PERATUN di Indonesia dengan Hukum Acara Perdata/Hukum Acara Pidana adalah hukum acaranya secara bersama-sama diatur dengan hukum materiilnya yaitu dalam UU No. 5 Tahun 1986 jo. UU No. 9 Tahun 2004.

            Selain ciri utama tersebut di atas, ada beberapa ciri khusus yang menjadi karakteristik Hukum Acara peratun yaitu antara lain sbb:

1.      Asas praduga rechmatig (vermoeden van rechmatigheid = praesumptio iustae causa). Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa harus dianggap sah (rechtmatig) sampai ada pembatalannya. Dengan asas ini, gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat (pasal 67 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986).

2.      Asas pembuktian bebas (vrij bewijs). Hakim menetapkan beban pembuktian. Asas ini dianut pasal 107 UU No. 5 Tahun 1986 hanya saja dibatasi ketentuan pasal 100.

3.      Asas keaktifan hakim (active rechter = dominus litis). Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak karena tergugat adalah pejabat tata usaha negara sedangkan penggugat adalah orang/badan hukum perdata. Penetapan pasal ini antara lain terdapat dalam ketentuan pasal 58, 63 ayat 1 dan 2, 80 dan 85.

4.      Asas erga omnes. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan Tata Usaha Negara berlaku bagi siapa saja, tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa.

5.      Perbedaan Hukum Acara Peratun dan Hukum  Acara Perdata

Setelah memahami karakteristik Hukum Acara PTUN, maka perlu pula dipahami beberapa perbedaannya dengan Hukum Acara Perdata. Beberapa hal yang membedakan antara Hukum Acara tersebut antara lain:

1.      Objek Gugatan

Dalam Hukum Acara Perdata objek gugatan meliputi perbuatan melawan hukum dan wan prestasi, sedangkan dalam Hukum Acara PTUN objek gugatannya adalah Surat Keputusan Tata Usaha Negara (Vide pasal 1 angka 3)

2.      Tenggang Waktu Gugatan

Pasal 55 menentukan bahwa gugatan hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

3.      Tahapan Proses Berperkara

Beberapa tahapan proses berperkara yang dimiliki oleh Hukum Acara PTUN, tidak ada dalam HAP. Tahapan tersebut adalah penelitian administrasi, dismissial prosedur dan pemeriksaan persiapan.

4.      Tuntutan

Dalam HAP tuntutan bisa berupa mohon pelaksanaan/pembatalan perjanjian, ganti rugi dll. Dalam HAPTUN hanya ada satu tuntutan pokok yaitu pernyataan batal/tidak sah suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Ganti rugi merupakan tuntutan tambahan dan bisa dimintakan tapi ada batasan yang tegas yaitu minimal Rp. 250.000 dan maksimal Rp. 5.000.000 (vide PP 43 Tahun 1991). Untuk sengketa kepegawaian dimungkinkan adanya tuntutan tambahan rehabilitasi.

5.      Putusan Verstek 

HAP mengenal putusan vestek sedangkan HAPTUN tidak mengenal putusan verstek.

6.       Rekonpensi

Dalam HAPTUN tidak dikenal gugat balik (rekonpensi), karena kedudukan penggugat dan tergugat adalah tetap dan objek sengketa berupa surat keputusan.

7.      Peranan Pengadilan Tinggi

Dalam HAP peranan Pengadilan Tinggi selalu sebagai Pengadilan tingkat Banding, tidaklah demikian halnya dalam HAPTUN, karena untuk kasus2 yang harus melalui prosedur banding administratif maka Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berfungsi sebagai Tingkat Pertama.

Tahapan Pemeriksaan Perkara

      7.4. Jenis-jenis dan Proses Pemeriksaan Perkara di Peratun


A.     Pemerikasaan Acara Biasa

1.      Penelitian Administratif

Yang berhak melakukan penelitian administratif adalah panitera, wakil panitera, dan panitera muda perkara sesuai dengan pembagian tugas yang diberikan.

Adapun yang menjadi objek penelitian administratif adalah hanya segi formalnya saja, misalnya tentang bentuk dan isi gugatan, apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 56, tetapi tidak sampai menyangkut segi meteriil gugatan.

>  Bentuk formal yang isinya meliputi :

a.       Siapa subjek gugatan dan apakah Penggugat maju sendiri ataukah diwakili oleh kuasa.

b.      Apa yang menjadi obyek gugatan dan objek gugatan tersebut termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara yang memenuhi unsur-unsur pasal 1 butir 3.

c.       Apakah yang menjadi alasan-alasan gugatan dan apakah alasan tersebut memenuhi unsur pasal 53 ayat (2) butir a dan b.

d.      Apakah yang menjadi petitum/isi gugatan, yaitu hanya pembatalan Keputusan Tata Usaha Negara saja, ataukkah ditambah pula dengan tuntutan ganti rugi/rehabilitasi.

Setelah gugatan beserta resume gugatan diterima oleh ketua pengadilan dari panitera, maka oleh ketua pengadilan gugatan tersebut diperiksa dalam rapat musayawarah,  sebagaimana dimaksud dalam pasal 62 ayat (1) yang menentukan .

Pemerikasaan dalam rapat musyawarah hanya terpusat apakah gugatan memenuhi salah satu atau beberapa/semua ketentuan sebagaimanan dimaksud huruf a, b, c, d, dan e pasal 62 ayat (1) saja, yaitu sebagai berikut :

1.      Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara.

2.      Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun telah diberitahu dan diperingatkan.

3.      Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.

4.      Apa yag dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan TUN yang digugat.

5.      Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.

Jika hasil dari pemeriksaan tersebut menunjukkan tidak ada satu atau beberapa atau semua ketentuan sebagaimana yang dimaksud oleh huruf a, b, c, d, dan e dari pasal 62 ayat (1), maka pengadilan mengeluarkan penetapan yang menunjuk hakim untuk memeriksa gugatan dengan acara biasa.


2.      Pemeriksaan Acara Singkat


Jika hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh ketua pengadilan tersebut gugatan memenuhi salah satu atau beberapa atau semua ketentuan sebagaimana dimaksud huruf a, b, c, d, dan e pasal 62 ayat (1), ketua pengadilan mengeluarkan penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan2, yang menyatakan bahwa gugatan tidak diterima atau tidak berdasar yang ditanda tangani oleh Ketua Pengadilan Panitera Kepala/wakil panitera.

Penetapan dismissal di samping merupakan penetapan yang menyatakan bahwa gugatan tidak diterima atau tidak berdasar, karena telah memenuhi salah satu atau beberapa atau telah memenuhi semua apa yang dimaksud oleh huruf a,b,c,d, dan e pasal 62 ayat (1), sesuai dengan petunjuk MA, penetapan dismissal juga dimungkinkan dalan hal adanya bagian petitum gugatan yang nyata-nyata tidak dapat dikabulkan.

Terhadap penetapan dismissal tersebut, menurut pasal 62 ayat (3) huruf a, Penggugat dapat mengajukan upaya hukum berupa perlawanan ke Pengadilan dalam tenggang waktu 14 hari setelah penetapan dismissal diucapkan. 



Post a Comment for "KARAKTERISTIK HUKUM ACARA PERATUN"