Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perbedaan antara hukum acara TUN dengan hukum acara perdata

 Perbedaan Antara Hukum Acara TUN dengan Hukum Acara Perdata


Hukum acara ptun


1. Objek Gugatan

Objek gugatan atau pangkal sengketa TUN adalah KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN yang mengandung perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa, sedangkan dalam hukum acara perdata adalah peruatan melawan hukum.

2. Kedudukan Para Pihak

Kedudukan para pihak dalam sengketa TUN,selalu menempatkan seseorang atau badan hukum perdata sebagai pihak tergugat. Sedangkan dalam hukum acara perdata tidaklah demikian.

3. Gugat Rekonvensi

Gugat rekonvensi adalah gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan antar mereka. Dalam hukum acara PTUN tidak mungkin dikenal adanya gugat rekonvensi, karena dalam gugat rekonvensi berarti kedudukan para pihak semula menjadi berbalik.

4. Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan

5. Tuntutan dalam Gugatan

Dalam hukum acara perdata boleh dikatakan selalu tuntutan pokok itu disertakan dengan tuntutan pengganti atau petitum subsidiair. Dalam hukum acara PTUN, hanya dikenal satu macam tuntutan agar KTUN yang digugat dinyatakan batal atau tidak sah atau tuntutan agar KTUN yang dimohonkan oleh penggugat dikeluarkan tergugat.

6. Rapat Permusyawaratan

Prosedur ini tidak dikenal dalam hukum acara perdata. Sedangkan dalam hukum acara PTUN, ketentuan ini diatur dalam pasal 62 UU PTUN.

7. Pemeriksaan Persiapan

Disamping pemeriksaan melalui rapat permusyawaratan, hukum acara PTUN juga mengenal pemeriksaan persiapan,yang juga tidak dikenal dalam hukum acara perdata.

8. Putusan Verstek

Verstek berarti pernyataan bahwa tergugat tidak datang pada hari sidang pertama. Putusan verstek dikenal dalam hukum acara perdata dan boleh dijatuhkan pada hari sidang pertama,apabila terggat tidak datang setelah dipanggil dengan patut. Sedangkan dalam pasal 72 ayat 1 UU PTUN, maka dapat diketahui bahwa dalam hukum acara PTUN tidak dikenal putusan verstek karena badan atau pejabat TUN yang digugat itu tidak mungkin tidak diketahui kedudukannya.

9. Pemeriksaan Acara Cepat

Dalam hukum acara PTUN dikenal pemeriksaan dengan acara cepat (pasal 98 dan 99 UU PTUN ), sedangkan dalam hukum acara perdata tidak dikenal pemeriksaan dengan acara cepat.

10. Sistem Hukum Pembuktian

Sistem pembuktian dalam hukum acara perdata dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran formal, sedangkan dalam hukum acara PTUN dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran materiil.

11. Sifat Erga Omnesnya Putusan Pengadilan

Dalam hukum acara PTUN, putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap mengandung sifat erga omnes artinya berlaku untuk siapa saja dan tidak hanya terbatas berlakunya bagi pihak-pihak yang berperkara,seperti halnya dalam hukum acara perdata.

12. Pelaksanaan Serta Merta

Dalam hukum acara PTUN tidak dikenal pelaksanaan serta merta sebagaimana yang dikenal dalam hukum acara perdata. Dalam hukum acara PTUN, hanya putusan akhir yang telah berkekuatan hukum tetap saja yang dapat dilaksanakan.

13. Upaya Pemaksa Agar Putusan Dilaksanakan

Dalma hukum acara perdata,apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela,maka dikenal adanya upaya-upaya pemaksa agar putusan tersebut dilaksanakan, sedangkan dalam hukum acara PTUN tidak dikenal adanya upaya-upaya pemaksa, karena hakikat putusan adalah bukan menghukum sebagaimana hakikat putusan dalam hukum acara perdata.

14. Kedudukan Pengadilan Tinggi

Dalam hukum acara perdata kedudukan pengadilan tinggi selalu sebagai pengadilan tingkat banding sehingga setiap perkara tidak dapat langsung diperiksa oleh pengadilan tinggi, tetapi harus terlebih dahulu melalui pengadilan tingkat pertama. Sedangkan dalm hukum acara PTUN kedudukan pengadilan tinggi dapat sebagai pengadilan tingkat pertama.

15. Hakim Ad Hc

Hakim ad hoc tidak dikenal dalam hukum acara perdata apabila diperlukan keterangan ahli dalam bidang tertentu, hakim cukup mendengarkan keterangan dari saksi ahli, sedangkan dalam hukum acara PTUN,hakim ad hoc diatur dalam pasal 135 UU PTUN. Apabila memerlukan keahlian khusus, maka ketua pengadilan dapat menunjuk seorang hakim ad hoc sebagai anggota majelis.

Putusan dan Pelaksanaan Putusan PTUN


A. Pengertian putusan

Pada dasarnya penggugat melakukan suatu gugatan ke pengadilan adalah bertujuan agar pengadilan melalui hakim dapat menyelesaikan perkaranya dengan mengambil suatu putusan. Bagi hakim dalam menyelesaikan suatu perkara yang penting bukanlah hukumnya, karena hakim dianggap tahu hukumnya (ius curia novit), tetapi mengetahui secara obyektif fakta atau peristiwa sebagai duduk perkara yang sebenarnya sebagai dasar putusannya, bukan secara a priori langsung menemukan hukumnya tanpa perlu mengetahui terlebih dahulu duduk perkara yang sebenarnya.

Fakta atau peristiwa sebagai duduk perkara akan dapat diketahui hakim dari alat – alat bukti yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa. Setelah dianggap cukup hakim harus menentukann peraturan huku yang dapat diterapkan.menyangkut denga peraturan hukum yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan sengketa itu oleh hakim, pada dasarnya menunjukkan bahwa sebelum menjatuhkan suatu putusan hakim melakukan penelitian dalam rangka Menemukan Hukum (Judge made law/rechtvinding).

Dengan demikian hakim telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menjatuhkan putusan yang obyektif, adil, dan tidak dipengaruhi oleh unsure siapapun kecuali sikaf obyektivitas dan rasa keadilan itu semata.

Dalam kaitannya dengan putusan PTUN putusan yang telah memperoleh kekuatan Hukum tyetap[ adalah :

1. Putusan pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Tata Usaha Negara) yang tidak dapat dimintakan Upaya banding)

2. Putusan pengadilan tinggi (Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara) yang tidak dimintakan Kasasi.

3. Putusan Mahkamah Agung dalam Tingkat Kasasi.

B. Putusan PTUN
Putusan pengadilan tata usaha Negara diatur dalam pasal 97 UU PTUN, yang menyebutkan sebagai berikut :
1. Dalam hal pemeriksaan sengketa sudah selesai, kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan masing – masing.
2. Setelah kedua belah pihak mengemukakan kesimpulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka hakim ketua siding menyatakan bahwa siding ditunda untuk memberikan kesempatan kepada majelis hakimbermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala sesuatu guna putusan sengketa tersebut.
3. Putusan dalam musyawarah majels yang dipimpin oleh hakim ketua majelis merupakan hasil permufakatan bulat. Kecuali jika setelah diusahakan dengan sungguh – sungguh tidak dapat dicapai permufakatan bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak.
4. Apabila musyawarah majelis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dapat menghasilkan putusan, permusyawaratan ditunda sebagai musyawarah majelis berikutnya.
5. Apabila dalam musyawarah majelis berikutnyatidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir hakim ketua majelis yang menentukan.
6. Putusan pengadilan dapat dijatuhkan pada hari itu juga dalam sidang yang terbuka untuk umum, atau ditunda pada hari yang lain yang harus diberitahukan kepada kedua belah pihak.
7. Putusan pengadilan dapat berupa :
a. Gugatan ditolak.
b. Gugatan dikabulkan
c. Gugatan tidak diterima.
d. Gugatan gugur.
8. Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara yang mengeluarkan KTUN.
9. Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) berupa :
a. Pencabutan KTUN yang bersangkutan; atau
b. Pencabutan KTUN yang bersangkutan dan menertibkan KTUN yang baru; atau
c. Penerbitan KTUN dalam hal gugatan didasarkan pada pasal 3.
10. Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) dapat disertai pembebanan ganti rugi.
11. Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) menyangkut kepegawaian, maka di samping kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat 9 dan ayat (10) dapat disertai pemberian rehabilitasi.
C. Isi Putusan.
Dari pasal 97 ayat 7 tersebut diatas, maka dapt diketahui bahwa isi putusan pengadilan TUN dapat berupa; Gugatan ditolak, gugatan dikabulkan, gugatan tidak diterima, atau gugatan gugur.
1. Gugatan Ditolak
Apabila isi putusan TUN adalah Penolakan terhadap gugatan Penggugat berarti memperkuat KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN yang bersangkutan.
2. Gugatan dikabulkan.
Suatu gugatan dikabulkan, adakalanya pengabulan seluruhnya atau menolak sebahagian lainnya, Isi putusan pengadilan yang mengabulkan gugatan pihak penggugat itu, berarti tidak membenarkan KTUN yang dikeluarkan oleh pihak tergugat atau tidak dibenarkan sikap tidak berbuat apa apa yang dilakukan oleh tergugat, padahal itu sudah merupakan kewajibannya (dalam hal pangkal sengketa berangkat dari pasal 3).
Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan tersebut ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh tergugat, yang dapat berupa:
a. Pencabutan KTUN yang bersangkutan; atau
b. Pencabutan KTUN yang bersangkutan dan menerbitkan KTUN yang baru; atau
c. Penerbitan KTUN dalam hal Gugatan didasarkan pada pasal 3,
3. Gugatan Tidak diterima
Putusan pengadilan yang berisi tidak menerima gugatan pihak penggugat, berarti gugatan itu tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan persyaratan tersebut sebagaimana yang dimaksud dalam prosedur dismissal dan atau pemeriksaan persiapan. Dalam prosedur atau tahap tersebut, ketua pengadilan dapat menyatakan gugatan tidak dapat diterima. Karena alas an gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
4. Gugatan Gugur.
Putusan pengadilan yang menyatakan gugatan gugur dalam hal para pihak atau kuasanya tidak hadir dalam persidangan yang telah ditentukan dan mereka telah dipanggil secara patut, atau perbaikan gugatan yang diajukanoleh pihak penggugat telah melampaui tenggang waktu yang ditentukan. (daluwarsa).
D. Susunan Isi Putusan.
Dalam Hukum Acara Perdata suatu putusan hakim terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu: Kepala Putusan, Identitas para Pihak, pertimbangan, dan amar,
1. Kepala putusan.
Setiap putusan pengadilan haruslah mempunyai kepala putusan pada bagian atas putusan yang berbunyi “Demi keadilan yang berdasarkan ketuhanan yang maha esa “.
2. Identitas para Pihak.
Suatu perkara atau gugatan sekurang kurangnya mempunyai 2 (dua) pihak (penggugat dan tergugat) maka didalam putusan harus dibuat identitas para pihak tersebut.
3. Pertimbangan (Considerans)
Dalam Hukum acara perdata suatu putusan pengadilan harus memuat pertimbangan pertimbangan yang lasim di bagi 2 (dua) bagian; pertimbangan tantang duduknya perkara atau peristiwanya dan pertimbangan tentang hukumnya.
4. Amar (Diktum)
Merupakan jawaban atas petitum dari gugatan, sehingga amar atau dictum juga merupakan tanggapan atas petitum itu sendiri. Hakim wajim mengadili semua bagian dari tuntutan yang diajukan pihak penggugat dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut.
E. Biaya Perkara.
Dalam Pasal 109 ayat (1) huruf tersebut diatas, juga disebutkan tentang pencantuman perincian biaya perkara sebagai salah satu bagian yang harus dimuat dalam putusan pengadilan. Sedangkan tempat penyebutan dari biaya perkara tersebut adalah dalam amar putusan akhir pengadilan.
F. Pelaksanaan Putusan.
Dalam Pasal 115 UU PTUN disebutkan bahwa hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan. Putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap tidak memiliki kekuatan eksekusi atau dengan kata lain putusan pengadilan yang masih mempunyai upaya hukum tidak dapat dimintakan eksekusinya.
Pelaksanaan putusan pengadilan menurut ketentuan Pasal 116 UUPTN dan menurut pasal 116 UUPTN-04 memiliki persamaan dan perbedaan. Perbedaan tersebut sudah barang tentu membawa implikasi hukumnya masing-masing .
Daftar Pustaka;
- Zairin Harahap,Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, 2008 Rajawali Pers

Post a Comment for "Perbedaan antara hukum acara TUN dengan hukum acara perdata"