Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum pajak material dan hukum pajak formal

 Hukum Pajak Material dan Hukum Pajak Formal Hukum Pajak Material

Pajak


Memuat norma-norma yang menerangkan keadaan-keadaan , perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum (objek) yang harus dikenakan pajak, siapa-siapa (subjek) yang harus dikenakan pajak, berapa besar pajaknya (tarif), dengan perkataan lain segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dengan wajib pajak. Termasuk peraturan-peraturan yang memuat kenaikankenaikan, denda dan hukuman-hukuman atas tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana mestinya serta cara-cara pembebasan dan pengembalian pajak dan ketentuan-ketentuan yang memberi hak tagihan kepada fiskus. 

 

Hukum Pajak Formal. 

Adalah peraturan-peraturan mengenai cara-cara untuk mewujudkan hukum material tersebut menjadi kenyataan, meliputi cara-cara penyelenggaraan mengenai penetapan suatu hutang pajak, pengawasan pemerintah terhadap penyelenggarakannya, kewajibankewajiban para  wajib pajak, kewajiban pihak ketiga dan prosedur dalam pemungutannya. Maksud hukum Formal adalah untuk melindungi baik pihak fiskus maupun wajib pajak dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan kepada Negara. 

 

6. Hukum Objektif dan Hukum Subjektif. 

Hukum Objektif (Objectief Recht) ialah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara sesama anggota masyarakat. Hubungan antara sesama anggota masyarakat yang 

  

 

 

diatur oleh hukum dinamakan hubungan hukum, sedangkan masing-masing anggota masyarakat yang saling mengadakan hubungan hukum dinamakan subjek hukum. Hukum objektif berlakunya umum, tidak hanya mengatur hubungan hukum orang-orang tertentu saja. Hukum objektif mengatur bila hubungan antara anggota masyarakat dengan masyarakat, antara masyarakat yang satu dengan yang lain, dan antara masyarakat dengan negara. 

Hukum Subjektif (Subjectief Recht) ialah kewenangan atau hak yang diperoleh seseorang berdasarkan hukum objektif. Seseorang yang mengadakan hubungan hukum dengan orang lain akan memperoleh hak atau kewajiban. Jadi hak atau kewajiban seseorang yang diperoleh karena saling mengadakan hubungan hukum itulah yang dinamakan hukum subjektif. Dengan kata lain timbulnya hukum subjektif ialah jika ada hubungan hukum yang diatur oleh hukum objektif. Jadi bila hukum itu dipandang sebagai kaidah yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih disebut hukum objektif, dan jika dilihat dari segi hubungan hukum yang diaturnya dinamakan hukum subjektif. 

 

7. Hak dan Kewajiban Hukum, serta Hak dan Kewajiban Perpajakan 

a. Pengertian tentang Hak 

Hak adalah kewenangan yang diberikan oleh hukum objektif kepada subyek hukum. Misalnya kewenangan yang diberikan oleh hukum objektif kepada seseorang yang memiliki tanah, ialah bahwa orang itu dapat berbuat apa saja terhadap tanah tersebut asal tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kssetertiban umum dan keputusan. Seperti menjual, menggarap dan lain-lain. Kewenangan untuk berbuat apa saja itulah yang lazim disebut hak. 

Hak dibedakan menjadi dua : 

(1) Hak Mutlak, ialah kewenangan atau kekuasaan mutlak yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum. Pemegang hak mutlak dapat mempertahankannya terhadap siapapun juga. 

Hak mutlak ada beberapa macam : 

(a) Hak Azasi Manusia (misalnya hak seseorang untuk bebas memeluk agama) 

(b) Hak Publik Mutlak (misalnya hak Negara untuk memungut pajak) 

(c) Hak Keperdataan (misalnya hak / kekuasaan orang tua terhadap anak) 

(2) Hak relatif (hak nisbi), ialah hak yang memberikan kewenangan kepada seseorang atau beberapa orang untuk menuntut agar orang lain melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.Hak relatif biasanya timbul karena perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh para subjek hukum. 

< Timbulnya Hak. 

Hak itu timbul manakala ada peristiwa hukum, misalnya terjadinya perjanjian sewa menyewa rumah. Perjanjian sewa menyewa rumah tersebut dapat menimbulkan hak dan kewajiban bila sudah disepakati bersama antara pemilik rumah dengan penyewanya. 

< Lenyapnya Hak 

Lenyap atau hapusnya hak dapat disebabkan beberapa hal: 

(i) Karena pemegang hak yang bersangkutan meninggal dunia. 

(ii) Masa berlakunya telah habis dan tidak dapat diperpanjang lagi. 

(iii) Telah diterimanya sesuatu benda yang menjadi objek hak. 

(iv) Kewajiban yang merupakan syarat untuk memperoleh hak tidak dipenuhi. 

(v) Kedaluarsa (verjaring), dapat menghapus hak. 

 

b. Pengertian tentang Kewajiban. 

Kewajiban adalah beban yang diberikan oleh hukum kepada orang ataupun badan hukum. 

Kewajiban itu timbul atau lahir karena beberapa sebab tertentu : 

(1) Karena diperolehnya sesuatu hak yang dengan syarat harus memenuhi kewajiban tertentu. 

(2) Karena adanya suatu perjanjian yang telah disepakati bersama. 

(3) karena kesalahan  seseorang sehingga menimbulkan kerugian pada orang lain. 

(4) Karena telah menikmati hak tertentu yang harus diimbangi dengan kewajiban tertentu. (5) Karena kedaluarsa tertentu yang telah ditentukan menurut hukum ataupun perjanjian tertentu bahwa kedaluarsa dapat menimbulkan kewajiban baru. Misalnya kewajiban membayar denda atas pajak kendaraan bermotor yang sudah lewat waktu. 

 

Kewajiban juga dapat hapus oleh sebab-sebab tertentu: 

(1) karena meninggalnya orang yang mempunyai kewajiban dan tanpa ada penggantinya baik ahli waris maupun orang lain atau badan hukum yang ditunjuk oleh hukum. 

(2) Masa berlakunya telah habis dan tidak diperpanjang. 

(3) Kewajiban sudah dipenuhi oleh orang yang bersangkutan. 

(4) Hak yang melahirkan kewajiban telah hilang. 

 

(5) kedaluarsa (verjaaring) extinctief 

(6) Karena ketentuan undang-undang. 

(7) Kewajiban telah beralih atau dialihkan kepada pihak lain. 

(8) Adanya sebab yang diluar kemampuan manusia ( force majure), sehingga ia tidak dapat memenuhi kewajiban. 

 

Sistem Self assessment ( penentuan sendiri utang pajak), yang berlaku di Indonesia, disebut dalam Pasal 12 UUKUP dengan mendasarkan pada paham utang pajak materiel. Pasal 12 (1) menyatakan bahwa setiap WP wajib membayar  pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak  ( paham utang pajak formal). Selanjutnya Ayat (2) menyatakan bahwa pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan WP adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.  

Dalam sistem self assessment , beberapa kewajiban WP termasuk yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pajak , mereka wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan  menjadi pengusaha Kena Pajak (PKP). Selanjutnya , mereka wajib menghitung sendiri pajak yang terutang,memperhitungkan  dengan pajak 

yang telah dipotong  dan dibayar sendiri  membayar sendiri serta melaporkannya    dalam SPT. Untuk dapat melaksanakan sistem self assessment dan memperlihatkan atau meminjamkan buku, catatan dan bukti pendukungnya.  

Sementara itu beberapa hak WP termasuk mengajukan permohonan penghapusan NPWP/PKP jika tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif untuk dikenai pajak, mengajukan penundaan penyampaian SPT, mengajukan pembetulan SPT, hadir dalam pembahasan hasil pemeriksaan  dan menyatakan tidak setuju dengan temuan dan koreksi pemeriksaan. Selanjutnya WP juga berhak mengajukan pembetulan SKP yang salah, menghapuskan SKP yang tidak benar atau diterbitkan dari pemeriksaan yang tidak dilakukan dengan penerbitan pemberitahuan hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir, mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran, menggugat pelaksanaan Surat Paksa, mengajukan keberatan atas SKP, banding ke Pengadilan Pajak dan Peninjauan kembali ke Mahkamah Agung dan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak. 

 

Penafsiran Undang-undang (Hukum) 

 

(a) Penafsiran Otentik : Penafsiran yang diberikan oleh legislator (pembuat undang-undang) sendiri yang dimuat dalam pasal-pasal suatu undang-undang. 

(b) Penafsiran Sistematis : Penafsiran yang dilakukan dalam hubungan dengan ketentuanketentuan lain dalam satu undang-undang atau dengan undang-undang lain yang terkait. (c) Penafsiran Historis: penafsiran yang dihubungkan dengan sejarah terjadinya undangundang, atau yang berkaitan perkembangan hukum yang bersangkutan. Hal ini dapat diketahui dengan mengetahui suasana batin dalam pembahasan sewaktu pembuatan undang-undang tersebut. 

* Yang tersurat 

* Yang tersirat 

* Yang terniat – ditolak ; 

                          - disetujui dan dituangkan dalam pasal-pasal;                           - belum diakomodasi. 

(d) Penafsiran Teleologish atau Sosiologish: yaitu penafsiran yang dilakukan dengan mengingat / memperhatikan hubungan sosiologi dalam masyarakat. 

(e) Penafsiran analogi : yaitu penafsiran yang dilakukan dengan mengembalikan pada hal-hal pokok atau azas yang lebih luas, terhadap hal-hal yang belum ada ( tertulis) peraturannya. Sebagian berpendapat analogi tidak boleh diterapkan dalam hukum karena hal ini akan memperluas pengenaan pajak terhadap hal-hal yang tidak diatur dalam undang-undang 

Perlawanan terhadap Pajak. 

Pajak adalah kewajiban kenegaraan , sebagai kontribusi/ iuran dari seseorang warga negara kepada negaranya dan sebagai imbal prestasi atas pemanfaatan public services yang disediakan pemerintah. 

Apabila wajib pajak menganggap bahwa pajak adalah semata-mata beban, bukan kewajiban kenegaraan, maka setiap orang akan berupaya meringankan bebannya. 

Upaya meringankan beban dengan mencari celah dari kelemahan/ ketidak sempurnaan  undang-undang ( Tax avoidance), maka hal tersebut tidak bertentangan dengan undangundang. Oleh karena itu tax planning dengan tujuan untuk meringankan beban pajak sahsah saja dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, 

Namun apabila upaya tersebut keluar dari rambu-rambu ketentuan yang melenceng atau melanggar undang-undang, maka berubah menjadi pelanggaran pajak ( Tax evasion). Upaya-upaya tersebut diatas tergolong upaya perlawanan terhadap pajak. Disamping itu upaya perlawanan terhadap pajak dapat juga dilakukan dengan: a. Perlawanan Pasif: 

    Kebiasaan atau tindakan yang dapat membuat hambatan yang mempersulit pemungutan pajak. Hal ini banyak terkait dengan perkembangan intelektual dan moral penduduk serta struktur ekonomi suatu Negara. Tidak mau tahu undang-undang perpajakan, tanah-tanah yang belum bersertifikat, ijin usaha yang tidak tertata baik. b. Perlawanan Aktif. 

    (i) Penghindaran diri, dengan sengaja untuk mempersulit.         Contoh: 

1) Apabila ada perlakuan pajak yang berbeda dalam 2 daerah pemindahan kegiatan                        

Usaha ke daerah yang lebih rendah pajaknya. 

2) Tidak mau membayar cukai tembakau, dengan berhenti merokok. 

3) Harga minyak tanah naik beralih denga menggunakan kayu bakar untuk memasak. 4) Dengan perlakuan khusus pajak terhadap yayasan / koperasi, membentuk badan usaha berbentuk yayasan/ koperasi. (ii) Pengelakan / penyeludupan pajak Contoh: 

1) Membuat pembukuan yang tidak benar dan atau bukti-bukti fiktif untuk memperkecil beban pajak, atau tidak melaporkan yang sebenarnya. 

2) Mengalihkan kepemilikan dengan tujuan menghindarkan pajak. 

(iii) Melalaikan pemenuhan perpajakan. 

Contoh: 

1) Tidak melakukan pembukuan sebagaimana mestinya, diterapkan norma. 

2) Tidak membayar kewajiban perpajakannya tepat waktu sesuai kemampuannya. 

3) Tidak berupaya mempelajari ketentuan perpajakan, sehingga tidak mengetahui ketentuan yang berlaku. 

Sangat sulit membedakan lalai karena tidak sengaja dengan lalai yang disadari.  Perlawanan terhadap pajak dapat bermuara pada Peradilan pajak. 

 

 

 

 

Pajak merupakan suatu sistem yang diatur dalam undang-undang. Undang-undang salah satunya juga mengatur tata cara pemungutan. 

Stelsel Pajak  

merupakan sistem pemungutan pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh para wajib pajak. 

Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan stelsel yang terdiri dari 3 jenis, yaitu :  

Stelsel Nyata (Riil),  

stelsel Anggapan (fiktif), dan  

Stelsel Campuran. 

Stelsel Nyata  

merupakan salah satu jenis pemungutan pajak yang didasarkan pada objek atau penghasilan yang diperoleh sesungguhnya (penghasilan nyata untuk Pajak Penghasilan). Mengetahui dengan kondisi demikian, pemungutan pajak baru dilakukan pada akhir tahun. Dengan begitu, penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui kemudian atau disebut sistem pemungutan pajak di belakang (naheffing) 

Apa kelebihan dari stelsel nyata?  

Kelebihan utamanya adalah perhitungan didasarkan pada penghasilan sesungguhnya dan hasil yang diperoleh akan lebih akurat dan real. Adapun kekurangannya adalah karena pajak dibutuhkan untuk pembiayaan sepanjang tahun, maka pelaksanaannya pun tidak dapat dikatakan mudah. Apa akibatnya? 

Kelebihan dari stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis yaitu sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang, karena pemungutan pajak dilakukan setelah tutup buku. Dengan demikian, penghasilan yang sesungguhnya akan diketahui dengan sistem ini.  

Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan rill diketahui). Padahal, pemerintah lebih dahulu membutuhkan penerimaan pajak ini untuk pengeluaran sepanjang tahun dan tidak hanya pada akhir tahun, sehingga jumlah uang yang beredar akan terpengaruh. Sementara, jumlah kas yang tersedia belum memadai.  

Stelsel Anggapan 

Jenis pemungutan pajak ini yang didasarkan pada anggapan yang diatur oleh suatu undangundang. Anggapan yang dimaksud di sini dapat bermacam-macam jalan pikirannya, tergantung pada peraturan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian, stelsel ini menerapkan sistem pemungutan pajak di depan (voor hedging). Misalnya, penghasilan suatu tahun pajak dianggap sama dengan tahun sebelumnya. Sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.  

Keunggulan stelsel ini adalah, pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahan stelsel ini adalah pajak yang telah dibayar wajib pajak tidak berdasarkan pada keadaan sesungguhnya. 

Stelsel Campuran 

Jenis stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan. Kemudian pada akhir tahun, besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Apabila kenyataannya besarnya pajak lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah pembayaran. Sebaliknya, apabila besaran pajaknya menurut kenyataan lebih kecil daripada pajak anggapan, maka wajib pajak dapat meminta kembali kelebihannya (direstitusi) atau dapat juga dikompensasi. 

Kelebihan stelsel ini adalah, pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun pajak, dan pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang. Kelemahan dari stelsel ini adalah adanya tambahan pekerjaan administrasi karena penghitungan pajak dilakukan dua kali, yaitu pada awal dan akhir tahun. 

Dalam pemungutan pajak pada umumnya dikenal tiga sistem pengenaan pajak yaitu sistem  Self Assessment System  

adalah suatu sistem pengenaan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarannya pajak yang terutang.  

Fiskus atau aparat pajak dalam hal ini hanya bertugas melakukan penyuluhan dan juga pengawasan untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak. Guna membantuk kelancaran sistem ini kesadaran ajib Pajak sangat dibutuhkan berkaitan dengan kemauan membayar pajak dari Wajib Pajak 

contoh jenis pajak tersebut yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN)  

Wajib pajak harus berperan aktif dalam menyelesaikan kewajiban pajaknya menghitung , melaporkan dan membayar pajak 

Pemerintah tidak harus mengeluarkan surat ketetapan pajak, dikecualikan telat bayar pajak, wajib pajak telat lapor pajak, ataupun wajib pajak yang lupa melaporkan pajak • Wajib pajak dapat menentukan besarnya wajib pajak itu sendiri 

 

 

 

Official Assessment System  

adalah sistem pemungutan pajak dimana jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh Wajib Pajak dihitung dan ditetapkan oleh fiskus (orang atau badang yang bertugas untuk melakukan pemungutan pajak atau iuran kepada wajib pajak pajak).  

Sehingga dalam sistem ini yang aktif dalam sistem perpajakan adalah fiskus, jumlah utang pajak atau nilai hutang pajak baru akan timbul setelah ada ketetapan dari fiskus. 

Contoh jenis ini seperti jenis PBB (pajak bumi bangunan). 

Ciri – Ciri Official Assessment System 

1. Wajib pajak berperan pasif dalam menghitung besarnya wajib pajak kita sendiri. 

2. Pemerintah memiliki hak penuh dalam menentukan besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak. 

3. Besarnya pajak harus dihitung melalui apparat pajak atau petugas pajak. 

4. Besarnya pajak yang terutang akan diketahui ketika sudah dihitung oleh petugas pajak dan menerbitkan surat ketetapan pajak yang harus dibayar. With holding System  

adalah sistem pemungutan pajak yang mana besarannya pajak terhutang dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga.  

Pihak ketiga dalam hal ini yaitu pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, dan lain sebagainya yang kepadanya diserahkan tanggung jawab untuk melakukan pemotongan pajak terhadap penghasilan yang diberikan. 

Ciri – Ciri With holding System 

1. Wajib pajak tidak dapat berperan aktif maupun tidak berlaku pada peran pemerintah untuk menghitung besarnya pajak 

2. Untuk menghitung besarnya wajib pajak melalu pihak ketiga dari perusahaan bersangkutan 

3. Contoh jenis pajak yaitu yaitu PPh, PPn dll 

4. Wajib pajak dalam melaporkan pajak terutang harus melampirkan SSP (surat setoran pajak) yang harus dilampirkan bersama SPT (surat Pemberitahuan Tahunan) PPh ataupun SPT Masa PPN dari wajib pajak. 

 

 


Post a Comment for "Hukum pajak material dan hukum pajak formal"